Sifat Pendekatan Pemrosesan Sosial
1.
Informasi, Memori, dan pemikiran
Pendekatan pemrosesan informasi, menekankan bahwa anak-anak memanipulasi informasi,
memonitor, dan menyiasatinya. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan
pikiran. Menurut pendekatan pemrosesan informasi, anak-anak mengembangkan
kapasitas untuk memproses informasi yang secara bertahp mengalamai peningkatan.
Hal tersebut memungkinkan mereka untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
yang semakin kompleks ( Keil,2006; Munakata, 2006). Asumsi yang mendasari teori
gagne adalah bahwa pembelajaran merupakan factor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif daripada pembelajaran.
Hasil pembelajaran manusia pada dasarnya bersifat kumulatif , yang berarti
bahwa hasil pembelajaran yang dicapai individu adalah merupakan kumpulan
keseluruhan hasil-hasil pembelajaran sebelumnya yang saling terkait.
Behaviorisme dan model
pembelajaran asosiatif merupakan kekuatan yang dominan dalam psikologi sampai
1950-an dan 1960-an, ketika banya psikolog mulai mengakui bahwa mereka tidak
bisa menjelaskan proses belajar anak-anak tanpa merujuk pada proses-proses
mental, seperti memori dan pikiran (Gardner, 1985). Istilah psikologi kognitif
menjadi sebutan untuk pendekatan yang berusaha untuk menjelaskan perilaku
dengan cara menguji proses mental. Meskipun sejumlah factor menstimulasi
pertumbuhan psikologi kognitif, tidak ada yang lebih penting dari perkembangan
computer. komputer modern pertama, yang dikembangkan oleh John Von Neumann pada
akhir 1940-an, menunjukkan bahwa mesin-mesin yang tidak bergerak bisa melakukan
operasi logis. Ini menunjukkan bahwa beberapa operasi mental mungkin bisa
dilakukan oleh komputer, bisa jadi memberi tahu kita sesuatu tentang cara
kognisi manusia bekerja. Para psikolog kognitif
sering membuat analogi dengan computer untuk membantu menjelaskan
hubungan antara kognisi dan otak (Anderson, 1995). Otak fisik dibandingkan
dengan peranti keras computer, kognisi dengan peranti lunaknya. Meskipun
komputer dan peranti lunak bukan merupakan analogi yang sempurna untuk otak dan
aktivitas kognitif, perbandingan tersebut memberikan kontribusi untuk pemikiran
kita tentang pikiran anak sebagai system pemrosesan informasi yng aktif.
Sumber Kognitif : Kapasitas dan Kecepatan
pemrosesan informasi
Kemampuan pemrosesan
informasi anak-anak meningkat ketika mereka tumbuh dan menjadi dewasa, ketika
mereka mengenal dunia. Perubahan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh
peningkatan kapasitas dan kecepatan pemrosesan (Frye, 2004). Dua karakteristik ini
sering dirujuk sebagai sumber kognitif yang dikemukakan memiliki pengaruh
penting terhadap memori dan penyelesaian maslah.
Factor biologis maupun
penglaman, berkontribusi dalam pertumbuhan sumber kognitif, pikirkanlah
seberapa cepat anda bisa memproses informasi dengan bahasa ibu anda daripada
dengan bahasa kedua. Perubahan-perubahan pada otak yang di deskripsikan dalam
Bab 2 , memberikan dasar biologis untuk sumber kognitif yang lebih baik. Ketika
anak-anak tumbuh dan menjadi dewasa, perkembangan bilogis yang penting terjadi
di struktur otak. Seperti perubahan lobus frontal dan pada tingkat neuron,
seperti mengembang dan memendeknya hubungan antara neuron-neuron yang
menghasilkan hubungan yang lebih sedikit, tetapi lebih kuat ( Kuhn &
Franklin, 2006; Nhelson, Thomas, & De Haan, 2006).
sebagian besar pesikolog
pemrosesan informasi berpendapat bahwa peningkatan dalam kapasitas juga
meningkatkan pemrosesn informasi sebagai contoh : ketika kapaitas pemrosesan
informasi anak-anak meningkat, kemungkinan besar mereka bisa mengingat beberapa
dimensi sebuah topik atau masalah secara besamaan, sementara anak-anak yang
lebih kecil cendeung lebih berfokus pada satu informasi. Para remaja dapat
mendiskusikan bagai mana berbagai pengalaman para pendiri negara memengaruhi
deklarasi kemerdekaa dan UUD. Anak-anak sia sekolah dasar kemungkinan besar
lebihberfokus pada fakta-fakta sederhana tentang kehidupan para pendiri negara
tersebut.
Apakah peran kecepan pemrosesan? Seberapa cepat anak-anak memperoses
informasi sering mengaruhi apa yang mereka bisa lakukan dengan informasi itu.
Apabila seorang remaja berusaha untuk melakukan penjumlahan didalam pikiran
tentang harga barang-barang yang ia beli ditoko serba ada, ia harus bisa
meghitung jumlah tersebut sebelum ia melupakan harga dari setiap barang.
Kecepatan anak-anak dalam memproses informasi dihubungkan dengan kompetensi
merek dalam berfikir (bjorklund, 2005). Sebagai contoh, seberapa cepat
anak-anak bisa melafalkan serangkaian kata mengaruhi seberapa banyak kata
yangmereka simpan dan ingat. Pada umumnya, pemrosesan yang cepat berhubungan
dengan kinerja yang baik pada tugas kognitif. Namun, beberapa kompensasi untuk
pemrosesan yang lambat bisa dicapi melalui strategi-strategi yang efektif.
Para peneliti telah menemukan beberapa cara
untuk menilai kecepatan pemrosesan. Sebagai contoh, kecepatan pemrosesan bisa
dinilai dari tugas waktu reaksi ( reaction –time task) dimana individu-individu
diminta untuk menekan sebuah tombolsegara setelah mereka melihat stimulus,
seperti lampu. Atau individu-individu mungkin diminta untuk mencocokan huruf
atau angka dgn simbol-simbol padalayar komtuter.
Ada banyak bukti bahwa kecepatan individu-individu menyelesaikan tugas
semacam itu meningkat secara drastis selama tahun-tahun masa kanak-kanak (kail,
2000).
Kecepatan pemrosesan terus meningkat pada
masa remaja awal (Kuhn dan Franklin, 2006; Luna dan yang lainnya,2004).
Pikirkan seberapa cepat anda bias memproses jawaban untuk sebuah soal
aritmetika sederhana sebagai seorang remaja daripada sebagai seorang anak.
Dalam sebuah studi, anak-anak usia 10 tahun rata-rata 1,8 kali lebih lambat
dalam memproses informasi dibandingkan orang dewasa dalam tugas-tugas, seperti
waktu reaksi, mencocokkan huruf, rotasi mental, dan pencocokkan abstrak (Hale,
1990). Anak-anak usia 12 tahun kira-kira 1,5 kali lebih lambat daripada orang
dewasa, tetapi anak-anak usia 15 tahun memproses informasi dalam tugas-tugas
itu sama cepatnya dengan orang dewasa.
Mekanisme Perubahan
Menurut Robert Siegler (1998), ada tiga mekanisme yang bekerja sama
menciptakan perubahan dalam keterampilan kognitif anak-anak: pengodean,
otomatisitas, dan pembuatan strategi.
Pengodean (econding), adalah
proses dimana informasi disimpan kedalam memori. Perubahan dalam keterampilan
kognitif anak-anak tergantung pada keterampilan yang semakin baik dalam
melakukan pengodean informasi yang relevan dan mengabaikan informasi yang tidak
relevan. Misalnya, bagi anak usia 4 tahun huruf s dalam tulisan tegak
bersambung merupakan bentuk yang sangat berbeda dari huruf s cetak. Akan
tetapi, seorang anak usia 10 thun telah belajar untuk mengodekan fakta yang
relevan bahwa keduanya adalah huruf s dan mengabaikan perbedaan yang tidak relevan dalam bentuknya.
Otomatisitas (automaticity)merujuk
kepada kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit usaha atau tanpa
usaha. Latihan memungkinkan peningkatan kemampuan anak-anak untuk mengodekan
banyak informasi yang semakin banyak secara otomatis. Sebagai contoh, setelah
anak-anak belajar membaca dengan baik, mereka tidak memikirkan setiap huruf
dalam sebuah kata sebagai satu huruf, melainkan mereka mengodkan seluruh kata.
Setelah sebuah tugas berjalan dengan ototmatis, tidak dibutuhkan usaha yang
disengaja. Akibatnya ketika pemrosesan informasi menjadi lebih otomatis, kita
bias menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan menangani lebih dari satu tugas
sekaligus (Mayer dan Witrock,2006; Schraw, 2006). Bayangkan berapa lama waktu
yang anda butuhkan untuk membaca halaman ini apabila anda tidak mengodekan
kata-kata secara otomatis, tetapi malah memusatkan perhatian pada setiap huruf
dalam setiap kata.
Pembuatan Strategi
(strategi contruction) adalah pembuatan prosedur baru untuk memproses informasi.
Sebagai contoh, kemampuan membaca anak-anak berguna ketika mereka mengembangkan
strategi untuk berhenti secara berkala untuk melakukan penilaian yang
menyeluruh akan apa yang telah mereka baca sejauh ini. Mengembangkan repertoar
strategi yang efektif dan memilih yang terbaik untuk digunakan dalam tugas
pembelajaran merupakan aspek untuk menjadi seorang pembelajar yang efektif
(Pressley & Harris, 2006; Pressley & Hilden, 2006).
Selain mekanisme perubahan ini, pemrosesan informasi anak-anak di
identikkan dengan adanya modifikasi diri (Siegler,1998,2004,2006;
Siegler & Alibali,2005). Artinya, anak-anak belajar untuk menggunakan apa
yang telah mereka pelajari dalam keadaan sebelumnya untuk menyesuaikan respons
mereka terhadap situasi baru. Sebagai contoh, seorang anak yang akrab dengan
anjing dan kucing pergi ke kebun binatang serta melihat singa dan harimau untuk
pertama aklinya. Kemudian, ia memodifikasi konsep “hewan”nya untuk memasukkan
pengetahuan barunya. Sebagian memodifikasi dirinya mengunakan metakognisi
(metacognition) sebagai sumber yang berarti mengetahui tentang mengetahui. Satu
contoh metakognisi adalah apa yang diketahui anak-anak tentang cara terbaik
untuk mengingat apa yang pernah mereka baca. Apakah mereka tahu bahwa mereka
akan mengingat apa yang pernah mereka baca dengan lebih baik apabila mereka
bias menghubungkannya dengan kehidupan mereka sendiri dalam beberapa cara? Jadi,
dalam penerapan Siegler perihal pemrosesan informasi untuk perkembangan,
anak-anak memainkan peran aktif dalam perkembangan konitif mereka ketika mereka
mengembangkan strategi metakognitif.
2.
Perhatian
Perhatian
adalah memfokuskan sumber mental. Perhatian meningkatkan pemrosesan kognitif
untuk banyak tugas, dari mengambil mainan sampai memukul bola bisbol atau
menjumlahkan angka-angka. Meskipun demikian, anak-anak pada satu waktu seperti
halnya orang dewasa, hanya dapat memberikan perhatian pada sejumlah informasi
yang terbatas. Mereka mengalokasikan perhatian mereka dalam cara-cara yang
berbeda. Para psikolog menyebut pengelokasian ini sebagai perhatian yang
terus-menerus, perhatian selektif dan perhatian yang terbagi.
·
Perhatian yang
terus menerus adalah kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada stimulus
pilihan dalam periode waktu yang lebih lama . perhatian yang terus menerus juga
disebut kewaspadaan .
·
Perhatian
selektif berfokus pada aspek pengalaman tertentu dengan relevan, bersamaan
dengan mengabaikan aspek lain yang tidak relevan.
·
Perhatian yang
terbagi melibatkan konsentrasi pada lebih dari satu aktifitas pada saat yang
sama.
3.
Memori
Memori atau ingatan adalah
penyimpana informasi disetiap waktu. Para psikolog pendidikan mempelajari
bagaimana informasi pada awalnya ditempatkan atau dikodekan menjadi ingatan,
bagaimana informasi disimpan setelah dikodekan, dan bagaimana informasi
ditemukan atau dipanggil kembali untuk tujuan tertentu diwaktu yang akan
datang. Memori menetapkan diri dalam kontinuitas. Tanpa memori, anda tidak akan
bisa menghubungkan apa yang terjadi pada anda hari ini. Para psikolog
pendidikan menekankan bahwa penting untuk tidak memandang memori dakam hal
bagaiman anak-anak menambahkan sesuatu kedalamnya, tetapi lebih untuk
menegaskan bagaimana anak-anak secara aktif mrnyusun memori mereka (Schacter,
2001).
Pengodean adalah
proses dimana informasi masuk kedalam memori. Penyimpanan adalah penahanan
informasi disetiap waktu. Pemanggilan kembali berarti mengeluarkan informasi
dari penyimpanan.
Penyimpanan
Setelah anak-anak mengodekan informasi, mereka harus menyimpan
informasi tersebut. Penyimpanan memori melibatkan tiga jenis memori dengan
kerangka waktu yang berbeda: memori sensoris, memori jangka pendek, memori
jangka panjang.
·
Memori sensoris
yaitu memori yng berlangsing Selama hitungan satu detik sampai beberapa detik.
·
Memori jangka
pendek juga disebut working memory berlangsung selama kurang lebih 30
detik.
·
Memori jangka
panjang berlangsung sampai seumur hidup.
4.
Keahlian
Kontribusi dari pengetahuan isi yang
sebelumnya bagi kemampuan kita untuk mengingat materi baru terbukti ketika kita
membandingkan memori para ahli dan pemula dalam bidang pengetahuan tertentu
(Donovan & Bransford, 2005). Seorang ahli adalah lawan dari pemula. Ahli
memperlihatkan yang sangat impresif dalam bidang keahlian mereka. Satu alasan
anak-anak mengingat lebih sedikit hal daripada orang dewasa adalah mereka tidak
ahli dalam sebagian besar bidang.
Keahlian dan Pembelajaran
Mempelajari perilaku dan proses pikiran para ahli bisa memberi kita
wawasan tentang cara membimbing para siswa untuk menjadi pelajar yang lebih
efektif. Apakah tepatnya yang dilakukan oleh para ahli? Menurut National
Research Council (1999), mereka lebih baik daripada pemula dalam:
a.
Mendeteksi
fitur-fitur dan pola informasi yang bermakna;
b.
Mengakumulasi
lebih banyak pengetahuan materi dan mengaturnya dalam cara yang menunjukkan pemahaman
akan topic;
c.
Mendapatkan
kembali aspek pengetahuan yang penting dengan sedikit usaha;
d.
Menyesuaikan
satu pendekatan untuk situasi baru; dan
e.
Menggunakan
strategi yang efektif.
Keahlian yang Adaptif, sebuah aspek penting
dari keahlian “adalah apakah beberapa cara pengaturan pengetahuan lebih baik”
daripada yang lain guna membantu orang-orang untuk menjadi “fleksibel dan
adaptif terhadap situasi baru dibandingkan dengan yang lain”(National Reseacrh
Council,1999, hal 33). Para ahli yang adaptif mampu untuk mendekati
situasi-situasi yang baru dengan fleksibel daripada selalu merespons suatu
rutinitas yang kaku dan tetap.
Strategi, para ahli menggunakan strategi
yang efektif dalam memahami informasi dalam bidang keahlian mereka dan dalam
memajukannya.
5. Metakognisi
Keterampilan metakognisi telah diajarkan kepada para
siswa untuk membantu mereka menyelesaikan soal matematika (Cardelle Elawar,
1992). Dalam setiap tiga puluh pelajaran harian yang melibatkan soal cerita
matematika, seorang guru membimbing siswa-siswa yang berprestasi rendah dalam
pembelajaran untuk mengenali ketika mereka tidak mengetahui arti dalam sebuah
kata, tidak memiliki semua informasi yng dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu
masalah menjadi langkah-langkah spesifik atau tidak mengetahui cara-cara untuk
melakukan perhitungan. Setelah tiga puluh pelajaran harian, siswa-siswa yang
diberi pelatihan metakognitif ini mendapatkan prestasi matematika yang lebih
baik dan sikap yang lebih baik terhadap matematika.
Seorang
ahli dalam pemikiran anak-anak, Deanna Kuhn (1999, Kuhn & Franklin,2006),
berpendapat bahwa metakognisi seharusnya merupakan focus dari upaya-upaya untuk
membantu anak-anak menjadi pemikir kritis yang lebih baik, terutama pada tigkat
sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Ia membedakan antara
keterampilan kognitif urutan pertama, yang memungkinkan anak-anak untuk
mengetahui tentang dunia (dan telah merupakan fokus utama dari program
pemikiran kritis), dan keterampilan kognitif urutan kedua- keterampilan meta
pengetahuan- yang melibatkan pengetahuan tentang pengetahuan diri sendiri (dan
orang lain).
Model Pemrosesan Informasi yang Baik
Michael Pressley dan kolega-koleganya (Pressley, Borkowski, & Schneider, 1989;
Pressley & Harris, 2006; Schneider & Pressley, 1997), telah
mengembangkan sebuah model metakognitif yang disebut model Pemrosesan Informasi
yang Baik. Model ini, menekankan bahwa kognisi yang kompeten berasal dari interaksi
beberapa factor. Ini meliputi strategi, pengetahuan materi, motivasi, dan
metakognisi. Mereka yakin bahwa anak-anak menjadi baik dalam kognisi dalam tiga
langkah utama:
a. Anak-anak diajari oleh orang tua atau guru
untuk menggunakan strategi tertentu. Dengan latihan mereka belajar tentang
karakteristiknya dan keuntungan untuk mempelajari pengetahuan tertentu. Semakin
sering rumah dan sekolah anak-anak memberikan stimulasi intelektual, semakin
banyak strategi spesifik yang akan mereka temui dan pelajari.
b. Guru mungkin menunjukkan persamaan dan
perbedaan dalam banyak strategi tertentu, seperti matematika yang memotivasi
siswa-siswa untuk melihat fitur-fitur strategi yang berbeda ini. Menghasilkan
pengetahuan rasional yang lebih baik.
c. Pada titik ini siswa mengenali manfaat umum
dari menggunakan strategi, yang menghasilkan pengetahuan strategi umum. Mereka
belajar untuk menghubungkan hasil dengan usaha yang mereka kerahkan dalam
mengevalusai, memilih dan memantau penggunakan strategi (pengetahuan dan
aktifitas metakognitif).
Implikasi teori perkembangan kognitif
piaget dalam pengajaran, antara lain:
a. Bahasa dan cara berpikir anak-anak berbeda
dengan orang dewasa. Oleh karena itu dalam mengajar, guru hendaknya menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.[1]
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila
dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya
dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Beri peluang agar anak belajar sesuai
dengan peringkat perkembangannya.
e. Didalam kelas, anak-anak hendaknya banyak
diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-temannya dan saling
berdiskusi.
Konteks Perkembangan Sosial
Kontruktivistik dikembangkan secar luas
oleh jJean Piaget, ia dikenal sebagai seorang psikolog dan pencetus teori
belajar kognitivisnme. Ia menjelaskan tentang seseorang dalam teori
perkembangan intelektual. Teori perkembangan intelektual piaget dipengaruhi
oleh keahliannya dalam bidang biologi. Titik sentral Jean Piaget adalah
perkembangan pikiran secara alami dari lahir sampai dewasa menurut Piaget untuk
memahami teori ini kita harus paham tentang asumsi-asumsi biologi maupun
implikasi asumsi-asumsi tersebut dalam mengartikan pengetahuan.
Tujuan
teori kontruktivistik menurut Jean Piaget adalah menjeaskan mekanisme dan
proses dari bayi kemudian anak berkembang menjadi individu yang dapat bernalar
dan berpikir menggunakan hipotesis. Asumsi dasar yang melandasi deskripsi
demikian ialah pengertian Piaget mengenai perkembangan intelek dan konsepsinya
tentang hakikat kecerdasan. Maksudnya si belajar bisa memiliki pemahaman yang
berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari (Pudyo, 1999).
Kontruktivisme
mengajarkan tentang sifat dasar bagaimana manusia belajar. Menurut
kontruktivisme, belajar adalah membangun pemahaman atau pengetahuan, dengan
cara mencocokkan fenomena, idea tau aktifitas yang baru dengan pengetahuan yang
telah ada atau yang sudah dipelajari (Richardson dalam Pudyo,1999).[2]
1. Keluarga
a. Gaya Orang Tua Mengasuh
Diana Baumrind (1971,1996), seorang ahli pola asuh terkemuka, berpikir
demikian. Ia beragumen bahwa orang
tua tidak boleh menghukum atau menjauhkan diri . melainkan mereka harus
mengembangkan peraturan untuk anak-anak dan pada saat yang sama juga bersikap
suportif dan mengasuh. Gaya pengasuhan ada empat:
·
Pola Asuh Otoriter yaitu bersifat membatasi dan menghukum.
·
Pola Asuh Otoritatif bersifat mendorong anak-anak untuk mandiri.
·
Pola Asuh Yang Mengabaikan adalah pola asuh yang tidak melibatkan orang
tua.
·
Pola Asuh yang Memanjakan adalah pola asuh yang sangat melibatkan orang
tua, tetapi hanya menempatkan sedikit batasan atau larangan atau perilaku
mereka.
Perwujudan Perilaku Belajar
Perwujudan perilaku belajar biasanya lebih tampak
dalam perubahan-perubahan sebagai berikut:
1. Kebiasaan
Menurut Burghardt (1973), kebiasaan itu terjadi
karena proses penyusutan kecenderungan respons dalam menggunakan stimulasi
secara berulang-ulang.
Kebiasaan
ini terjadi karena prosedur pembiasaan seperti dalam classical dan operant
conditioning . contoh : siswa yang belajar bahasa secara berkali-kali
menghindari kecendrungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, akhirnya
akan terbiasa dengan penggunaaan bahasa secara baik dan benar.
2. Keterampilan
Keterampilan
ialah kegiataan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang
lazimnya tampak dalam kegiataan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga
dan sebaliknya.
Menurut
Reber (1988), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku
yang kompleks dan tersususn rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk
mencapai hasil tertentu.
3. Pengamatan
Pengamatan
artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk
melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Contoh: seorang anak yang baru
pertama kali mendengarkan radio akan mengira bahwa penyiar benar-benar berada
dalam kotak bersuara itu. Namun, melalui proses belajar, lambat laun akan
diketahuinya juga bahwa yang ada dalam radio hanya suaranya, sedangkan
penyiarnya berada jauh di studio pemancar.
4. Berpikir Asosiatif dan Daya ingat
Berpikir
asosiatif adalah dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya.
Berpikir asosiatif merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan
dengan respons. Daya ingat pun merupakan perwujudan perilaku belajar sebab
merupakan unsure pokok dalam berpikir asosiatif.
5. Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir
rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang berkaitan
dengan pemecahan masalah. Dalam berpikir rasional siswa dituntut menggunakan
logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat menganalisis, menarik
simpulan-simpulan, dan bahkan menciptakan hokum-hukum. Berpikir kritis siswa
dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji
keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.
6. Sikap
Sikap adalah
pandanagan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno (1987) sikap adalah
kecenderungan yang relative menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau burul
terhadap orang atau barang tertentu.
7. Inhibasi
Inhibasi
adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu respons tertentu
karena adanya proses respons lain yang sedang berlangsung (Reber, 1988).
Kemampuan siswa dalam melakukan inhibasi pada umumnya
diperoleh lewat proses belajar.
8. Apresiasi
Apresiasi
berarti suatu pertimbangan mengenai arti penting atau nilai sesuatu (Chaplin,
1982). Dalam penerapannya apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau
penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun konkret yang memiliki nilai
luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afektif yang pada umumnya ditujukan pada
karya-karya seni budaya seperti: seni sastra, seni music, seni lukis, drama dan
sebagainya.
9. Tingkah Laku Afektif
Tingkah laku
afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti:
takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar.[3]
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John
W.2012.Psikilogi Pendidikan.Jakarta:Salemba Humanika.
Soemanto, Wasty.2006.Psikologi Pendidikan.jakarta:Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi.2006.Psikilogi Pendidikan.jakarta:PT.RAJAGRAFINDO
PERSADA
Syah, Muhibbin.2014.Psikologi Pendidikan.Bandung:PT.Remaja
Rosdakarya.
Azizah,
Afriana.2003.Tatsqif jurnal pemikiran, paradigma dan penelitian pendidikan.Fakultas
Tariyah IAIN mataram
[1] Jhon W.
Santrock,Psikologi Pendidikan(Salemba Humanika.2012).Halaman 351-391 Sabtu 25
februari 2017
[2]
Afriana Azizah, tatsqif jurnal pemikiran, paradigm dan penelitian
pendidikan(fakutas tarbiyah IAIN mataram.2003). halaman 156-159
[3] Muhibbin Syah,
psikologi pendidikan(PT. Remaja Rosdakarya.2014).Halaman 116-120 Sabtu 25
februari 2017