Selasa, 18 April 2017

makalah Hadits Tarbawi



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Ilmu pengetahuan adalah terjemahan dari kata bahasa inggris, science, yang berarti pengetahuan. Kata science itu sendiri berasal dri bahasa yunani, scientia yang berarti pengetahuan. Namun, pengertian umum yang dipergunakan, untuk ilmu pengetahuan adalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian dan dapat diterima oleh rasio.
 Keilmuan bermanfaat bukan bagi diri yang bersangkutan akan tetapi juga terhadap orang lain dan masyarakat luas, sedangkan ‘abid (orang yang beribadah) manfaatnya hanya untuk diri sendiri bukan untuk orang lain.
Orang yang sibuk dengan keilmuannya seperti mengajar, menulis atau menyebarkan ilmu dengan berbagai media pahalanya lebih besar daripada pahala ibadah sunnah saja.
2.      Rumusan Masalah
a.       Apa itu ilmu pengetahuan?
b.      Bagaimana keutamaan orang berilmu?
c.       Apakah ilmu dan pengetahuan itu sama?








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perintah Menuntut Ilmu
Istilah “ilmu” ekuivalen dengan science, dalam bahasa inggris dan prancis, wissenchaff (jerman) dan wetenschap (belanda), berarti “tahu”. Istilah “ilmu” sendiri berasal dari bahasa arab ‘alima’ yang juga berarti “tahu”. Jadi secara etimologi pengetahuan. Namun secara terminologis terdapat perbedaan antara definisi yang dikemukakan oleh para tokoh ilmuan pada umumnya, dengan definisi yang dikemukakan oleh ilmuan islam.
Informasi diperlukan dalam usaha seseorang memperoleh ilmu namun informasi semata-mata tidak mencukupi untuk menjadikan seseorang itu berilmu. Ilmu sebetulnya melibatkan makna dan kepahaman. Perolehan seseorang akan ilmu melibatkan perolehan makna yang benar dalam dirinya, dan pencapaian makna oleh diri ini pada asasnya berarti pengenalannya akan kedudukan sesuatu yang sebenarnya dalam satu susunan atau tatanan (system). Hasilnya adalah jika hubungan perkara itu dengan perkara-perkara yang lain dalam system tersebut menjadi jelas dan dipahami. 
Ilmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah apa saja yang diketahui oleh manusia mulai dari urusan yang sekecil-kecilnya sampai dengan yang sebesar-besarnya. Pengetahuan tersebut sifatnya masih parsial, belum disusun secara sistematik dan berjalan sendiri-sendiri sehingga belum memperlihatkan satu kesatuan dan belum terumuskan dalam suatu teori. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang sudah disusun secara sistematik dan memiliki sifat-sifat sperti empiris, rasional, umum, dan merupakan satu-kesatuan.
Istilah ilmu pengetahuan, sebagaimana umumnya difahami para ahli, terbatas pada ilmu kealaman atau yang dikenaldengan istilah science (sains).Sebagaiman ilmu pengetahuan kealaman atau sains ia memiliki cirri-ciri tertentu, diantaranya ia disusun atas dasar intizhar pada gejala-gejala alamiah yang dapat kita periksa berulang-ulang dan dapat diperiksa orang lain.[1]
Imu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untukmencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun diakhirat. Sehubungan dengan itu Allah S.W.T mengajarkan kepada Adam dan semua keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini, baik tugas khilafah maupun tugas ubudiah. Oleh karena itu, Rasulullah S.A.W. menyuruh menganjurkan, dan memotifasi umatnya agar menurut ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan ini ditemukan hadits, yaitu sebagai berikut
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قاَلَ لِى رَسُوْ لُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ تَعَلَّمُوْا الْعِلْمَ وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ تَعَلَّمُوْا الْفَرَائِضَ وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ
تَعَلَّمُوْا الْقُرَآنَ وَعَلّمُوْهُ النَّاسَ فَإِنّى امْرُؤٌ مَقْبُوْضٌ وَالْعِلْمُ سَيُنْتَقَصُ وَتَظَّهَرُ الْفِتَنُ حَتّى يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى فَرِيْضَةٍ لَّا يَجِدَا نِ أَحَدَاً يَفْصِلُ بَيْنَهُما
Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah S.A.W bersabda kepadaku, ‘tuntutlah ilmu pengetahuan dan ajarkanlah kepada orang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan ajarkanlah kepada orang lain. Pelajarilah AL-QUR’AN saya ini akan mati. Ilmu akan berkurang dan cobaan akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat aantar dua orang tentang suatu kewajiban, mereka tidak menemukan seorangpun yang dapat menyelesaikannya.’’
(HR. Ad-darimi, dan Al-Baihaqi)
      Dalam hadits ini ada tigaperintah belajar, yaitu perintah mempelajari al-‘ilm, al-fara’id dan Alqur’an. Menurut ibnu Mas’ud, I;mu yang dimaksud disini adalah ilmu syari’at dan segala jenisnya. Al-fara’id  adalah ketentuan-ketantuan, baik ketentuan islam secara umum maupun ketentuan tentang harta warisan. Mempelajari alqu’an mencakup menghafalnya. Setelah dipelajari diajarkan pula kepada orang lain supaya lebih sempurna. Beliau memerintahkan agar sahabat mempelajari ilmu karena beliau sendiri adalah manusia seperti manusia pada umumnya. Pada suatu saat, beliau akan wafat. Dengan adanya orang mempelajari ilmu, ilmu pengetahuan itu tidak akan hilang.
      Mengigat pentingna ilmu pengetahuan dalam hadits diatas, setelah di pelajari, ilmu harus diajarkan kepada orang lain. Rasulullah S.A.W mengkhawatirkan apabila beliau telah wafat dan orang-orang tidak peduli dengan ilmu pengetahuan, maka tidak ada lagi orang yang mengerti agama, sehingga umat akan kebingungan.
            Selain perintah menuntut ilmu pengetahuan dalam hadits diatas, masih ada lagi hadits yang lebih tegas tentang kewajiban menuntut ilmu, yaitu sebagai berikut.

عَنْ حُسَيْنِ بْنِ عَلِي قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌعَلَى كُلّ مُسْلِمٍ
            Husain bin Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah S.A.W bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi setiap orang islam.”(HR. Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, Abu Ya’la, Al-Qudha’I, dan Abu Nu’aim Al-Ashbahani)
      Betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia tidak diragukan lagi. Dalam melaksanakan pekerjaan dari yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besarnya, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan. Dalam Al-Qur’an dapat dilihat bahwa setelah Allah menyatakan Adam sebagai khalifah di muka bumi, maka ia dipersiapkan dengan ilmu pengetahuan. Hal itu dimaksudkan agar Adam mampu mengemban tugasnya sebagai khalifah.
             Terdapat pula ayat yang berarti perintah mencari ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut.

وَماَ كَا نَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُواْ كَآ فَّةًۚۚ فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَآ ءِىفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْاْفِى الدِّيْنِ
 وَلْيُنْذِرُوْاْ قَوْمَهُمْ إِذَارَجَعُوْاْ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ۝۱۲۲


“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke dalam perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS.At-Taubah (9): 122)
      Menurut al-Mataghi, ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya mendalami agama, bersedia mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman, dan memberikan pemahaman kepada orang banyak. Dengan demikian, mereka tidak bodoh lagi tentang hokum-hukum agama secara umum yang wajb diketahui oleh setiap mukmin. Orang-orang yang beruntung adalah orang yang memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi disisi Allah dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah- membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh menjadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan agama menjadi fardu ‘ain bagi setiap orang.
      Dalam hadits riwayat Husain bin Ali diatas, Rasulullah S.A.W menegaskan dengan menggunakan kata faridhah (wajib atau harus). Hal itu menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan itu memang benar-benar urgen dalam kehidupan manusia, terutama orang yang beriman. Tanpa ilmu pengetahuan, seorang mukmin tidak dapat melaksanakan aktifitasnya dengan baik menurut ukuran ajaran islam. Apabila ada orang yang mengaku beriman tetapi tidka mau mencari ilmu, maka ia dipandang telah melakukan suatu pelanggaran, yaitu tidak mengindahkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Akibatnya, tentu mendapatkan kemurkaannya dan akhirnya akan masuk kedalam neraka. Karena begitu pentingya ilmu pengetahuan itu, Rasulullah S.A.W mewajibkan umatnya belajar.

B.   Keutamaan Mengajar
Sehubungan dengan keutamaan mengajar, ditemukan hadits antara lain.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ اْلاِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْوَلَدِ صَلِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah S.A.W bersabda, “apabila manusia telah meninggal dunia terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan (orang tua)nya.” (HR. Muslim, Ahmad, An-Nasa’i, At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi).
            Dalam hadits diatas terdapat informasi bahwa ada tiga hal yang selalu diberi pahala oleh Allah kepada seseorang, kendatipun ia sudah meninggal dunia. Tiga hal itu, yaitu (1) sedekah jariyah(wakaf yang lama kegunaannya), (2) ilmu yang bermanfaat, (3) do’a yang dimohonkan oleh anak yang shaleh untuk orang tuanya. Sehubungan dengan pembahasan ini adalah ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu yang diajarkan oleh seorang alim kepada orang lain dan tulisan (karangan) yang dapat bermanfaat bagi orang lain.
            Dari ulasan diatas terlihat ada dua bentuk pemanfaatan ilmu, yaitu dalam mengajarkan dan menulis. Mengajar adalah proses memberikan ilmu pengetahuan kepada orang yang belum tahu. Hasilnya, orang yang belajar itu memiliki ilmu pengetahuan dan dapat dimanfaatkan dalam menjalani kehidupan, baik untuk urusan hidup duniawi pengetahuan dapat menularkan ilmunya dengan menulis buku. Orang yang membaca karyanya tersebut akan mendapatkan ilmunya kendatipun tidak pernah bertemu langsung. Kedua pekerjaan ini hanya dapat dilakukan apabila seseorang mempunyai ilmu pengetahuan dan mau bertaubat untuk mencerdaskan orang lain.
C.   Urgensi Ilmu
Ilmu berfungsi sebagai cahaya yang menerangi setiap orang. Dengan ilmu, jalan hidup ini akan menjadi terang. Sebaliknya tanpa ilmu, orang akan merasa hidup ini dalam keadaan gelap gulita. Oleh karena itu, orang dapat saja tersesat apabila tida memiliki ilmu pengetahuan yang memadai. Hal itu telah disyaratkan oleh Rasulullah SAW antara lain dalam hadisnya berikut ini.

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرِوبْنِ الْعَا صِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ اللهَ لاَ يَقُبِضُ الْعِلْمَ اتْنِزَاعَا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقُبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا تَّخَذَ النَّاسُ رُءُوْسًا جُهَّالاًفَسُئِلُوافَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَ ضَلُّوا

Abdullah bin Amru bin Al-Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah S.A.W bersabda, “sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu secara langsung dari semua hamba. Dia mengambil ilmu dengan cara mewafatkan para ulama, sehingga apabila ulama habis , manusia akan mengangkat orang bodoh menjadi pemimpin. Mereka ditanya (oleh umat) lalu berfatwa tanpa ilmu. Akibatnya, mereka sesat dan menyesatkan(umat). “ (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ad-Darimi, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).
Menurut ibnu Hajar, hadits ini berisi anjuran menjaga ilmu, peringatan bagi pemimpin yang bodoh, peringatan bahwa yang berhak mengeluarkan fatwa adalah pemimpin yang benar-benar mengetahui, dan larangan bagi orang yang berani mengeluarkan fatwa tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, ilmu pengetahuan merupakan syarat mutlak bagi seorang pemimpin dan ulama. Tanpa ilmu pengetahuan, seseorang tidak berhak menjadi pemimpin dan tidak boleh memberikan fatwa tentang apapun. Apabila hal itu terjadi juga, maka pemimpin dan rakyat banyak akan mengalami kesesatan.
Dalam hadits diatas, Rasulullah S.A.W tidak menggunakan kata perintah untuk mencari ilmu, tetapi menjelaskan urgensi ilmu itu sendiri. Ungkapan ini berisi motivasi agar umatnya menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Memang kadang-kadang motivasi seperti itu lebih efektif daripada penggunaan kata perintah. Dengan demikian, Rasulullah S.A.W menggunakan motivasi untuk menimbulkan semangat para sahabat dalam belajar.[2]

D.   Keutamaan Orang Berilmu

وعن أبى امامة رضي الله عنه أن رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "فَضْلُ الْعَلِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفضْلِى عَلَى أَدْنَا كُمْ" ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :"إِنَّ اللهِ وَمَالاَ ئِكَتَهُ وَ أَهْلَ السَّموَاتِ وَالأَرْضِ, حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا, وَحَتَّى الْحُوْتَ, لَيُصَلُّوْنَ عًلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ"
Dari Abu Umamah r.a bahwasanya Rasulullah S.A.W bersabda: “ kelebihan ahli ilmu (‘alim) terhadap ahli ibadah (‘abid) adalah kelebihanku terhadap orang yang paling rendah diantara kamu sekalian “, kemudian Rasulullah S.A.W meneruskan sabdanya : “sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya serta penghuni langit dan Bumi sampai semut yang berada di sarangnya dan juga ikan senantiasa memintakan rahmat kepada orang yang mengajar kebaikan kepada manusia.”(HR.al-Turmudzi)
            Pada hadits ini Rasulullah S.A.W menjelaskan keutamaan orang ‘alim atau ‘abid. ‘alim artinya orang yang berilmu pengetahuan terutama ilmu syara’ , sedangkan ‘abid adalah ahli ibadah saja. Keduanya diperlukan dalam beragama orang alim harus beribadah sebagai manifestasi ilmunya yakni pengamalan ilmu. Demikian juga ‘abid harus berilmu.
            Maksud orang alim disini adalah orang banyak mengetahui ilmu syara’ dan sudah melaksanakan ibadah yang wajib-wajib saja. Sedang abid dimaksudkan adalah orang ahli ibadah setelah sekadar memperoleh ilmu-ilmu yang wajib. Keutamaan orang alim seperti itu lebih utama disbanding ahli ibadah. Keutamaannya bagaikan keutamaan Nabi dibandingkan dengan orang yang terendah diantara sahabat.  Alangkah jauhnya perbedaan keutamaan antara keduanya, keutamaan Nabi dibandingkan dengan sahabat yang paling agung saja tak ada taranya, bagaimana dibandingkan dengan sahabat yang terendah. Al-Qȃriy mengatakan; perumpamaan ini bersifat mubȃlaghah (melebihkan), andai kata keutamaan Nabi atas sahabat yang paling agung saj sudah cukup . dalam satu riwayat hadits yang diriwayatkan Umar bin al-Khathab Rasul bersabda:

أَصْحَا بِيْ كَالنُّجُوْمِ , فَبأَيَّهِمْ اقْتَدَ يْتُمْ اهْتَدَيْتُمْ

sahabatku bagaikan bintang, dimana saja anda mengikutinya Anda mendapat petunjuk.” (HR. Ibnu ‘Asakir)
            Hadits tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan dari seorang sahabat sebagaimana yang diriwayatkan Abi Umamah al-Bȃhiliy, bahwa Rasul ditanya tentang dua orang yang memiliki sifat kesempurnaan. Ada kemungkinan maknanya dua orang itu, merupakan perumpamaan atau pada zaman dahulu sebelum masa Nabi atau pada zamannya. Dalam riwayat al-Hasan disebutkan pada zaman Bani Israil, Rasul ditanya tentang dua orang yang memiliki sifat kesempurnaan yakni orang alim dan abid atau ahli ibadah. Lantas beliau menjawab sebagaimana disebutkan dalam Hadis diatas, bahwa keutamaan orang alim terhadap abid bagaikan terhadap orang yang paling rendah diantara kamu.
            Kalau orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya sama sekali jelas tidak ada keutamaannya, demikian juga orang abid yang sama sekali tidaj didasari ilmu. Keduanya ditolak, tetapi kejahatan orang alim lebih jahat dibandingkan dengan abid. Imam Ruslan dalam kitabnya al-Zubad berkata:

وَكُلُّ مَنْ بشغَيْرش عِلْمٍ يَعْمَلُ # أَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لاَ تُقْبَلُ
فَعَالِمٌ بِعِلْمِهِ لَمْ يَعْمَلَنْ  #  مُعَذَّبٌ مِنْ قَبْلِ عُبَّادِ الْوَئَنْ

Setiap orang beramal tanpa didasari ilmu
Segala amalnya tertolak tidak diterima
Seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya
Tersiksa lebih dahulu sebelum penyembah berhala
            Kejahatan orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya lebih jahat daripada orang yang ahli ibadah yang tidak ada ilmunya dan lebih jahat daripada penyembah berhala. Orang bodoh menjadi penyembah berhala suatu kewajaran karena kebodohannya, tetapi orang alim yang melanggar bukan suatu kewajaran, karena dia mengetahui pelanggaran itu tidak benar.
            Keutamaan orang alim sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadits diatas meliputi eksistensi keilmuan maupun pahala yang diterimanya:
a.       Keilmuan bermanfaat bukan bagi diri yang bersangkutan akan tetapi juga terhadap orang lain dan masyarakat luas, sedangkan ‘abid (orang yang beribadah) manfaatnya hanya untuk diri sendiri bukan untuk orang lain.
b.      Orang yang sibuk dengan keilmuannya seperti mengajar, menulis atau menyebarkan ilmu dengan berbagai media pahalanya lebih besar daripada pahala ibadah sunnah saja.
Keutamaan ilmu Rasul jelaska secara perinci seperti pada hadis berikut:

إِنَّ الله وَمَلاَئِكَتَهُ وَاَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ, حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِ هَا, وَ حَتَّى الْحُوْتَ, لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
“Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya serta penghuni langit dan bumi sampai semut yang berada disarangnya dan juga ikan senantiasa memintakan rahmat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.”
            Nabi menyebutkan kemuliaan orang alim dido’akan oleh Tuhan dan seluruh makhluk baik yang ada dilangit maupun yang ada dibumi. Mulai makhluk yang paling agung yakni para malaikat smpai makhluk yang terendah dan terkecil seperti semut dan ikan. Banyak hadis yang menjunjung keutamaan orang alim yang mengajarkan ilmunya dan tidak ada hadis yang memuji sekadar ahli ibadah saja yang tidak disertai ilmu.[3]
BAB III
1.     Kesimpulan
Ilmu pengetahuan yaitu kumpulan dari pengetahuan-pengetahuan yang sudah tersusun secara sistematik yang memiliki sifat seperti empiris, rasional, umum dan merupakan satu kesatuan. Keutamaan orang berilmu lebih utama daripada orang yg ahli ibadah. Keduanya diperlukan dalam ilmu beragama.
2.     Saran
Menuntut ilmu setidaknya dilandaskan dengan niat. Jika niat tidak ada menuntut ilmu itu akan menjadi sia-sia dan  waktu yang lama saat menuntut ilmu pun akan menjadi percuma hanya lelah saja yang didapat.













DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid.2012.Hadis Tarbawi:Hadis-Hadis Pendidikan.Jakarta:PT KENCANA PRENADAMEDIA GROUP.
Supadie, Didiek Ahmad.2011.Pengantar Studi Islam.Jakarta:PT Rajagrafindo persada.
Umar, Bukhari.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Imprint Bumi Aksara.
Syafiie,  Inu Kencana.2000. Al-Qur’an dan Ilmu Administrasi.Jakarta:PT Rineka Cipta.
Nata, Abuddin.2000.Al-Qur’an dan Hadis.Jakarta:PT Rajagrafindo Persada.


[1] Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam(PT.RajagrafindoPersada.2011).Halaman 229 dan232-233. Jum’at 17 februari 2017
Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadis(PT.RajaGrafindoPersada.2000). halaman 117-119. Jum’at 17 februari 2017
Inu Kencana Syafiie, Al-Qur’an dan Ilmu Administrasi(PT.RinekaCipta.2000). Halaman 17-19 jum’at 17 februari 2017
[2] Bukhari Umar, Hadis Tarbawi(Imprint Bumi Aksara.2012).halaman 5-12. Jum’at 17 februari 2017
Bukhari umar, Hadis Tarbawi(Imprint Bumi Aksara.2012).. Halaman 20-23. Jum’at 17 februari 2017
[3] Abdul Majdi Khon, HADIS TARBAWI:HADIS-HADIS PENDIDIKAN(PT. KENCANA PRENADAMEDIA GROUP.2012). Halaman 133-137. Jum’at 17 februari 2017

Persamaan Diferensial Orde 2

BAB I PENDAHULUAN A.     Pengantar Persamaan differensial orde 2 adalah persamaan yang dapat ditulis dalam bentuk : F(x, y, y...