BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Ilmu
pengetahuan adalah terjemahan dari kata bahasa inggris, science, yang berarti
pengetahuan. Kata science itu sendiri berasal dri bahasa yunani, scientia yang
berarti pengetahuan. Namun, pengertian umum yang dipergunakan, untuk ilmu
pengetahuan adalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui proses
pengkajian dan dapat diterima oleh rasio.
Keilmuan bermanfaat bukan bagi diri yang bersangkutan akan tetapi juga
terhadap orang lain dan masyarakat luas, sedangkan ‘abid (orang yang beribadah)
manfaatnya hanya untuk diri sendiri bukan untuk orang lain.
Orang yang sibuk dengan keilmuannya seperti
mengajar, menulis atau menyebarkan ilmu dengan berbagai media pahalanya lebih besar daripada pahala
ibadah sunnah saja.
2. Rumusan
Masalah
a. Apa
itu ilmu pengetahuan?
b. Bagaimana
keutamaan orang berilmu?
c. Apakah
ilmu dan pengetahuan itu sama?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Perintah
Menuntut Ilmu
Istilah
“ilmu” ekuivalen dengan science, dalam bahasa inggris dan prancis, wissenchaff
(jerman) dan wetenschap (belanda), berarti “tahu”. Istilah “ilmu” sendiri
berasal dari bahasa arab ‘alima’ yang juga berarti “tahu”. Jadi secara
etimologi pengetahuan. Namun secara terminologis terdapat perbedaan antara
definisi yang dikemukakan oleh para tokoh ilmuan pada umumnya, dengan definisi
yang dikemukakan oleh ilmuan islam.
Informasi
diperlukan dalam usaha seseorang memperoleh ilmu namun informasi semata-mata
tidak mencukupi untuk menjadikan seseorang itu berilmu. Ilmu sebetulnya
melibatkan makna dan kepahaman. Perolehan seseorang akan ilmu melibatkan
perolehan makna yang benar dalam dirinya, dan pencapaian makna oleh diri ini
pada asasnya berarti pengenalannya akan kedudukan sesuatu yang sebenarnya dalam
satu susunan atau tatanan (system). Hasilnya adalah jika hubungan perkara itu
dengan perkara-perkara yang lain dalam system tersebut menjadi jelas dan
dipahami.
Ilmu
pengetahuan berbeda dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah apa saja yang diketahui
oleh manusia mulai dari urusan yang sekecil-kecilnya sampai dengan yang
sebesar-besarnya. Pengetahuan tersebut sifatnya masih parsial, belum disusun
secara sistematik dan berjalan sendiri-sendiri sehingga belum memperlihatkan
satu kesatuan dan belum terumuskan dalam suatu teori. Sedangkan ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan yang sudah disusun secara sistematik dan
memiliki sifat-sifat sperti empiris, rasional, umum, dan merupakan
satu-kesatuan.
Istilah
ilmu pengetahuan, sebagaimana umumnya difahami para ahli, terbatas pada ilmu
kealaman atau yang dikenaldengan istilah science (sains).Sebagaiman ilmu
pengetahuan kealaman atau sains ia memiliki cirri-ciri tertentu, diantaranya ia
disusun atas dasar intizhar pada gejala-gejala alamiah yang dapat kita periksa
berulang-ulang dan dapat diperiksa orang lain.[1]
Imu
pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untukmencapai kebahagiaan hidup,
baik di dunia maupun diakhirat. Sehubungan dengan itu Allah S.W.T mengajarkan
kepada Adam dan semua keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat
melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini, baik tugas khilafah maupun tugas
ubudiah. Oleh karena itu, Rasulullah S.A.W. menyuruh menganjurkan, dan
memotifasi umatnya agar menurut ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan ini ditemukan
hadits, yaitu sebagai berikut
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قاَلَ لِى رَسُوْ لُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ تَعَلَّمُوْا الْعِلْمَ وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ
تَعَلَّمُوْا الْفَرَائِضَ وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ
تَعَلَّمُوْا الْقُرَآنَ وَعَلّمُوْهُ النَّاسَ
فَإِنّى امْرُؤٌ مَقْبُوْضٌ وَالْعِلْمُ سَيُنْتَقَصُ وَتَظَّهَرُ الْفِتَنُ حَتّى
يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى فَرِيْضَةٍ لَّا يَجِدَا نِ أَحَدَاً يَفْصِلُ بَيْنَهُما
Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah S.A.W
bersabda kepadaku, ‘tuntutlah ilmu pengetahuan dan ajarkanlah
kepada orang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan ajarkanlah kepada orang lain.
Pelajarilah AL-QUR’AN saya ini akan mati. Ilmu akan berkurang dan cobaan akan
semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat aantar dua orang tentang
suatu kewajiban, mereka tidak menemukan seorangpun yang dapat
menyelesaikannya.’’
(HR. Ad-darimi, dan Al-Baihaqi)
Dalam hadits ini ada tigaperintah belajar, yaitu perintah
mempelajari al-‘ilm, al-fara’id dan Alqur’an. Menurut ibnu Mas’ud, I;mu
yang dimaksud disini adalah ilmu syari’at dan segala jenisnya. Al-fara’id adalah ketentuan-ketantuan, baik ketentuan
islam secara umum maupun ketentuan tentang harta warisan. Mempelajari alqu’an
mencakup menghafalnya. Setelah dipelajari diajarkan pula kepada orang lain
supaya lebih sempurna. Beliau memerintahkan agar sahabat mempelajari ilmu
karena beliau sendiri adalah manusia seperti manusia pada umumnya. Pada suatu
saat, beliau akan wafat. Dengan adanya orang mempelajari ilmu, ilmu pengetahuan
itu tidak akan hilang.
Mengigat
pentingna ilmu pengetahuan dalam hadits diatas, setelah di pelajari, ilmu harus
diajarkan kepada orang lain. Rasulullah S.A.W mengkhawatirkan apabila beliau
telah wafat dan orang-orang tidak peduli dengan ilmu pengetahuan, maka tidak
ada lagi orang yang mengerti agama, sehingga umat akan kebingungan.
Selain
perintah menuntut ilmu pengetahuan dalam hadits diatas, masih ada lagi hadits
yang lebih tegas tentang kewajiban menuntut ilmu, yaitu sebagai berikut.
عَنْ حُسَيْنِ بْنِ عَلِي قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌعَلَى كُلّ
مُسْلِمٍ
Husain bin Ali
meriwayatkan bahwa Rasulullah S.A.W bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi
setiap orang islam.”(HR. Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, Abu Ya’la, Al-Qudha’I,
dan Abu Nu’aim Al-Ashbahani)
Betapa
pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia tidak diragukan lagi. Dalam
melaksanakan pekerjaan dari yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang
sebesar-besarnya, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan. Dalam Al-Qur’an dapat dilihat bahwa setelah Allah menyatakan
Adam sebagai khalifah di muka bumi, maka ia dipersiapkan dengan ilmu
pengetahuan. Hal itu dimaksudkan agar Adam mampu mengemban tugasnya sebagai
khalifah.
Terdapat pula ayat yang berarti perintah
mencari ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut.
وَماَ كَا نَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُواْ
كَآ فَّةًۚۚ فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَآ ءِىفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوْاْفِى الدِّيْنِ
وَلْيُنْذِرُوْاْ قَوْمَهُمْ إِذَارَجَعُوْاْ
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ۱۲۲
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke
dalam perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS.At-Taubah (9): 122)
Menurut al-Mataghi, ayat tersebut merupakan
isyarat tentang wajibnya mendalami agama, bersedia mengajarkannya di
tempat-tempat pemukiman, dan memberikan pemahaman kepada orang banyak. Dengan
demikian, mereka tidak bodoh lagi tentang hokum-hukum agama secara umum yang
wajb diketahui oleh setiap mukmin. Orang-orang yang beruntung adalah orang yang
memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini. Mereka
mendapat kedudukan yang tinggi disisi Allah dan tidak kalah tingginya dari
kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat
Allah- membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh menjadi lebih utama
dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan agama menjadi fardu ‘ain
bagi setiap orang.
Dalam
hadits riwayat Husain bin Ali diatas, Rasulullah S.A.W menegaskan dengan
menggunakan kata faridhah (wajib atau harus). Hal itu menunjukkan bahwa
ilmu pengetahuan itu memang benar-benar urgen dalam kehidupan manusia, terutama
orang yang beriman. Tanpa ilmu pengetahuan, seorang mukmin tidak dapat
melaksanakan aktifitasnya dengan baik menurut ukuran ajaran islam. Apabila ada
orang yang mengaku beriman tetapi tidka mau mencari ilmu, maka ia dipandang
telah melakukan suatu pelanggaran, yaitu tidak mengindahkan perintah Allah dan
Rasul-Nya. Akibatnya, tentu mendapatkan kemurkaannya dan akhirnya akan masuk kedalam
neraka. Karena begitu pentingya ilmu pengetahuan itu, Rasulullah S.A.W
mewajibkan umatnya belajar.
B. Keutamaan Mengajar
Sehubungan dengan keutamaan mengajar,
ditemukan hadits antara lain.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ اْلاِنْسَانُ انْقَطَعَ
عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ
بِهِ أَوْوَلَدِ صَلِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah S.A.W
bersabda, “apabila manusia telah meninggal dunia terputuslah amalnya kecuali
tiga hal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang
mendoakan (orang tua)nya.” (HR. Muslim, Ahmad, An-Nasa’i, At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi).
Dalam
hadits diatas terdapat informasi bahwa ada tiga hal yang selalu diberi pahala
oleh Allah kepada seseorang, kendatipun ia sudah meninggal dunia. Tiga hal itu,
yaitu (1) sedekah jariyah(wakaf yang lama kegunaannya), (2) ilmu yang
bermanfaat, (3) do’a yang dimohonkan oleh anak yang shaleh untuk orang tuanya.
Sehubungan dengan pembahasan ini adalah ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu yang
diajarkan oleh seorang alim kepada orang lain dan tulisan (karangan) yang dapat
bermanfaat bagi orang lain.
Dari
ulasan diatas terlihat ada dua bentuk pemanfaatan ilmu, yaitu dalam mengajarkan
dan menulis. Mengajar adalah proses memberikan ilmu pengetahuan kepada orang
yang belum tahu. Hasilnya, orang yang belajar itu memiliki ilmu pengetahuan dan
dapat dimanfaatkan dalam menjalani kehidupan, baik untuk urusan hidup duniawi
pengetahuan dapat menularkan ilmunya dengan menulis buku. Orang yang membaca
karyanya tersebut akan mendapatkan ilmunya kendatipun tidak pernah bertemu
langsung. Kedua pekerjaan ini hanya dapat dilakukan apabila seseorang mempunyai
ilmu pengetahuan dan mau bertaubat untuk mencerdaskan orang lain.
C. Urgensi Ilmu
Ilmu berfungsi sebagai cahaya yang
menerangi setiap orang. Dengan ilmu, jalan hidup ini akan menjadi terang.
Sebaliknya tanpa ilmu, orang akan merasa hidup ini dalam keadaan gelap gulita.
Oleh karena itu, orang dapat saja tersesat apabila tida memiliki ilmu
pengetahuan yang memadai. Hal itu telah disyaratkan oleh Rasulullah SAW antara
lain dalam hadisnya berikut ini.
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرِوبْنِ الْعَا صِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ اللهَ لاَ يَقُبِضُ
الْعِلْمَ اتْنِزَاعَا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقُبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ
يُبْقِ عَالِمًا تَّخَذَ النَّاسُ رُءُوْسًا جُهَّالاًفَسُئِلُوافَأَفْتَوْا بِغَيْرِ
عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَ ضَلُّوا
Abdullah bin Amru bin Al-Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah S.A.W
bersabda, “sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu secara langsung dari
semua hamba. Dia mengambil ilmu dengan cara mewafatkan para ulama, sehingga
apabila ulama habis , manusia akan mengangkat orang bodoh menjadi pemimpin.
Mereka ditanya (oleh umat) lalu berfatwa tanpa ilmu. Akibatnya, mereka sesat
dan menyesatkan(umat). “ (HR.
Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ad-Darimi, Al-Baihaqi, dan
Ath-Thabrani).
Menurut ibnu Hajar, hadits ini berisi anjuran menjaga ilmu,
peringatan bagi pemimpin yang bodoh, peringatan bahwa yang berhak mengeluarkan
fatwa adalah pemimpin yang benar-benar mengetahui, dan larangan bagi orang yang
berani mengeluarkan fatwa tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian,
ilmu pengetahuan merupakan syarat mutlak bagi seorang pemimpin dan ulama. Tanpa
ilmu pengetahuan, seseorang tidak berhak menjadi pemimpin dan tidak boleh
memberikan fatwa tentang apapun. Apabila hal itu terjadi juga, maka pemimpin dan
rakyat banyak akan mengalami kesesatan.
Dalam hadits diatas, Rasulullah S.A.W tidak menggunakan kata
perintah untuk mencari ilmu, tetapi menjelaskan urgensi ilmu itu sendiri.
Ungkapan ini berisi motivasi agar umatnya menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Memang
kadang-kadang motivasi seperti itu lebih efektif daripada penggunaan kata
perintah. Dengan demikian, Rasulullah S.A.W menggunakan motivasi untuk
menimbulkan semangat para sahabat dalam belajar.[2]
D.
Keutamaan Orang
Berilmu
وعن أبى امامة رضي الله عنه أن رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "فَضْلُ الْعَلِمِ عَلَى الْعَابِدِ
كَفضْلِى عَلَى أَدْنَا كُمْ" ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
:"إِنَّ اللهِ وَمَالاَ ئِكَتَهُ وَ أَهْلَ السَّموَاتِ وَالأَرْضِ, حَتَّى
النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا, وَحَتَّى الْحُوْتَ, لَيُصَلُّوْنَ عًلَى مُعَلِّمِ
النَّاسِ الْخَيْرَ"
Dari Abu Umamah r.a bahwasanya Rasulullah
S.A.W bersabda: “ kelebihan ahli ilmu (‘alim) terhadap ahli ibadah (‘abid)
adalah kelebihanku terhadap orang yang paling rendah diantara kamu sekalian “,
kemudian Rasulullah S.A.W meneruskan sabdanya : “sesungguhnya Allah, para
malaikat-Nya serta penghuni langit dan Bumi sampai semut yang berada di
sarangnya dan juga ikan senantiasa memintakan rahmat kepada orang yang mengajar
kebaikan kepada manusia.”(HR.al-Turmudzi)
Pada
hadits ini Rasulullah S.A.W menjelaskan keutamaan orang ‘alim atau ‘abid. ‘alim
artinya orang yang berilmu pengetahuan terutama ilmu syara’ , sedangkan
‘abid adalah ahli ibadah saja. Keduanya diperlukan dalam beragama orang alim
harus beribadah sebagai manifestasi ilmunya yakni pengamalan ilmu. Demikian
juga ‘abid harus berilmu.
Maksud
orang alim disini adalah orang banyak mengetahui ilmu syara’ dan sudah
melaksanakan ibadah yang wajib-wajib saja. Sedang abid dimaksudkan adalah orang
ahli ibadah setelah sekadar memperoleh ilmu-ilmu yang wajib. Keutamaan orang
alim seperti itu lebih utama disbanding ahli ibadah. Keutamaannya bagaikan
keutamaan Nabi dibandingkan dengan orang yang terendah diantara sahabat. Alangkah jauhnya perbedaan keutamaan antara
keduanya, keutamaan Nabi dibandingkan dengan sahabat yang paling agung saja tak
ada taranya, bagaimana dibandingkan dengan sahabat yang terendah. Al-Qȃriy
mengatakan; perumpamaan ini bersifat mubȃlaghah (melebihkan), andai kata
keutamaan Nabi atas sahabat yang paling agung saj sudah cukup . dalam satu
riwayat hadits yang diriwayatkan Umar bin al-Khathab Rasul bersabda:
أَصْحَا بِيْ كَالنُّجُوْمِ , فَبأَيَّهِمْ
اقْتَدَ يْتُمْ اهْتَدَيْتُمْ
“sahabatku bagaikan bintang, dimana saja anda mengikutinya Anda
mendapat petunjuk.” (HR. Ibnu ‘Asakir)
Hadits
tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan dari seorang sahabat sebagaimana
yang diriwayatkan Abi Umamah al-Bȃhiliy, bahwa Rasul ditanya tentang dua orang
yang memiliki sifat kesempurnaan. Ada kemungkinan maknanya dua orang itu,
merupakan perumpamaan atau pada zaman dahulu sebelum masa Nabi atau pada
zamannya. Dalam riwayat al-Hasan disebutkan pada zaman Bani Israil, Rasul
ditanya tentang dua orang yang memiliki sifat kesempurnaan yakni orang alim dan
abid atau ahli ibadah. Lantas beliau menjawab sebagaimana disebutkan dalam
Hadis diatas, bahwa keutamaan orang alim terhadap abid bagaikan terhadap orang
yang paling rendah diantara kamu.
Kalau
orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya sama sekali jelas tidak ada
keutamaannya, demikian juga orang abid yang sama sekali tidaj didasari ilmu.
Keduanya ditolak, tetapi kejahatan orang alim lebih jahat dibandingkan dengan
abid. Imam Ruslan dalam kitabnya al-Zubad berkata:
وَكُلُّ مَنْ بشغَيْرش عِلْمٍ يَعْمَلُ #
أَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لاَ تُقْبَلُ
فَعَالِمٌ بِعِلْمِهِ لَمْ يَعْمَلَنْ # مُعَذَّبٌ
مِنْ قَبْلِ عُبَّادِ الْوَئَنْ
Setiap orang beramal tanpa didasari ilmu
Segala amalnya tertolak tidak diterima
Seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya
Tersiksa lebih dahulu sebelum penyembah berhala
Kejahatan
orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya lebih jahat daripada orang yang ahli
ibadah yang tidak ada ilmunya dan lebih jahat daripada penyembah berhala. Orang
bodoh menjadi penyembah berhala suatu kewajaran karena kebodohannya, tetapi
orang alim yang melanggar bukan suatu kewajaran, karena dia mengetahui
pelanggaran itu tidak benar.
Keutamaan
orang alim sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadits diatas meliputi eksistensi
keilmuan maupun pahala yang diterimanya:
a. Keilmuan bermanfaat bukan bagi diri yang
bersangkutan akan tetapi juga terhadap orang lain dan masyarakat luas,
sedangkan ‘abid (orang yang beribadah) manfaatnya hanya untuk diri sendiri
bukan untuk orang lain.
b. Orang yang sibuk dengan keilmuannya seperti mengajar,
menulis atau menyebarkan ilmu dengan berbagai media pahalanya lebih besar
daripada pahala ibadah sunnah saja.
Keutamaan ilmu Rasul jelaska secara perinci seperti pada hadis berikut:
إِنَّ الله وَمَلاَئِكَتَهُ وَاَهْلَ
السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ, حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِ هَا, وَ حَتَّى
الْحُوْتَ, لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
“Sesungguhnya
Allah, para malaikat-Nya serta penghuni langit dan bumi sampai semut yang
berada disarangnya dan juga ikan senantiasa memintakan rahmat kepada orang yang
mengajarkan kebaikan kepada manusia.”
Nabi
menyebutkan kemuliaan orang alim dido’akan oleh Tuhan dan seluruh makhluk baik
yang ada dilangit maupun yang ada dibumi. Mulai makhluk yang paling agung yakni
para malaikat smpai makhluk yang terendah dan terkecil seperti semut dan ikan.
Banyak hadis yang menjunjung keutamaan orang alim yang mengajarkan ilmunya dan
tidak ada hadis yang memuji sekadar ahli ibadah saja yang tidak disertai ilmu.[3]
BAB III
1. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan yaitu kumpulan dari
pengetahuan-pengetahuan yang sudah tersusun secara sistematik yang memiliki
sifat seperti empiris, rasional, umum dan merupakan satu kesatuan. Keutamaan
orang berilmu lebih utama daripada orang yg ahli ibadah. Keduanya diperlukan
dalam ilmu beragama.
2. Saran
Menuntut ilmu setidaknya dilandaskan dengan
niat. Jika niat tidak ada menuntut ilmu itu akan menjadi sia-sia dan waktu yang lama saat menuntut ilmu pun akan
menjadi percuma hanya lelah saja yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA
Khon, Abdul Majid.2012.Hadis Tarbawi:Hadis-Hadis
Pendidikan.Jakarta:PT KENCANA PRENADAMEDIA GROUP.
Supadie, Didiek Ahmad.2011.Pengantar Studi Islam.Jakarta:PT
Rajagrafindo persada.
Umar, Bukhari.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Imprint
Bumi Aksara.
Syafiie, Inu
Kencana.2000. Al-Qur’an dan Ilmu Administrasi.Jakarta:PT Rineka Cipta.
Nata, Abuddin.2000.Al-Qur’an dan Hadis.Jakarta:PT
Rajagrafindo Persada.
[1]
Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam(PT.RajagrafindoPersada.2011).Halaman
229 dan232-233. Jum’at 17 februari 2017
Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadis(PT.RajaGrafindoPersada.2000).
halaman 117-119. Jum’at 17 februari 2017
Inu Kencana Syafiie, Al-Qur’an dan Ilmu Administrasi(PT.RinekaCipta.2000).
Halaman 17-19 jum’at 17 februari 2017
[2] Bukhari
Umar, Hadis Tarbawi(Imprint Bumi Aksara.2012).halaman 5-12. Jum’at 17 februari
2017
Bukhari umar, Hadis Tarbawi(Imprint Bumi Aksara.2012)..
Halaman 20-23. Jum’at 17 februari 2017
[3]
Abdul Majdi Khon, HADIS TARBAWI:HADIS-HADIS PENDIDIKAN(PT. KENCANA PRENADAMEDIA
GROUP.2012). Halaman 133-137. Jum’at 17 februari 2017