Selasa, 18 April 2017

Psikologi Pendidikan



                        
Sifat Pendekatan Pemrosesan Sosial

1.     Informasi, Memori, dan pemikiran
          Pendekatan pemrosesan informasi, menekankan bahwa anak-anak memanipulasi informasi, memonitor, dan menyiasatinya. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan pikiran. Menurut pendekatan pemrosesan informasi, anak-anak mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi yang secara bertahp mengalamai peningkatan. Hal tersebut memungkinkan mereka untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang semakin kompleks ( Keil,2006; Munakata, 2006). Asumsi yang mendasari teori gagne adalah bahwa pembelajaran merupakan factor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif daripada pembelajaran. Hasil pembelajaran manusia pada dasarnya bersifat kumulatif , yang berarti bahwa hasil pembelajaran yang dicapai individu adalah merupakan kumpulan keseluruhan hasil-hasil pembelajaran sebelumnya yang saling terkait.
            Behaviorisme dan model pembelajaran asosiatif merupakan kekuatan yang dominan dalam psikologi sampai 1950-an dan 1960-an, ketika banya psikolog mulai mengakui bahwa mereka tidak bisa menjelaskan proses belajar anak-anak tanpa merujuk pada proses-proses mental, seperti memori dan pikiran (Gardner, 1985). Istilah psikologi kognitif menjadi sebutan untuk pendekatan yang berusaha untuk menjelaskan perilaku dengan cara menguji proses mental. Meskipun sejumlah factor menstimulasi pertumbuhan psikologi kognitif, tidak ada yang lebih penting dari perkembangan computer. komputer modern pertama, yang dikembangkan oleh John Von Neumann pada akhir 1940-an, menunjukkan bahwa mesin-mesin yang tidak bergerak bisa melakukan operasi logis. Ini menunjukkan bahwa beberapa operasi mental mungkin bisa dilakukan oleh komputer, bisa jadi memberi tahu kita sesuatu tentang cara kognisi manusia bekerja. Para psikolog kognitif  sering membuat analogi dengan computer untuk membantu menjelaskan hubungan antara kognisi dan otak (Anderson, 1995). Otak fisik dibandingkan dengan peranti keras computer, kognisi dengan peranti lunaknya. Meskipun komputer dan peranti lunak bukan merupakan analogi yang sempurna untuk otak dan aktivitas kognitif, perbandingan tersebut memberikan kontribusi untuk pemikiran kita tentang pikiran anak sebagai system pemrosesan informasi yng aktif.
Sumber Kognitif : Kapasitas dan Kecepatan pemrosesan informasi
            Kemampuan pemrosesan informasi anak-anak meningkat ketika mereka tumbuh dan menjadi dewasa, ketika mereka mengenal dunia. Perubahan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh peningkatan kapasitas dan kecepatan pemrosesan (Frye, 2004). Dua karakteristik ini sering dirujuk sebagai sumber kognitif yang dikemukakan memiliki pengaruh penting terhadap memori dan penyelesaian maslah.
            Factor biologis maupun penglaman, berkontribusi dalam pertumbuhan sumber kognitif, pikirkanlah seberapa cepat anda bisa memproses informasi dengan bahasa ibu anda daripada dengan bahasa kedua. Perubahan-perubahan pada otak yang di deskripsikan dalam Bab 2 , memberikan dasar biologis untuk sumber kognitif yang lebih baik. Ketika anak-anak tumbuh dan menjadi dewasa, perkembangan bilogis yang penting terjadi di struktur otak. Seperti perubahan lobus frontal dan pada tingkat neuron, seperti mengembang dan memendeknya hubungan antara neuron-neuron yang menghasilkan hubungan yang lebih sedikit, tetapi lebih kuat ( Kuhn & Franklin, 2006; Nhelson, Thomas, & De Haan, 2006).
sebagian besar pesikolog pemrosesan informasi berpendapat bahwa peningkatan dalam kapasitas juga meningkatkan pemrosesn informasi sebagai contoh : ketika kapaitas pemrosesan informasi anak-anak meningkat, kemungkinan besar mereka bisa mengingat beberapa dimensi sebuah topik atau masalah secara besamaan, sementara anak-anak yang lebih kecil cendeung lebih berfokus pada satu informasi. Para remaja dapat mendiskusikan bagai mana berbagai pengalaman para pendiri negara memengaruhi deklarasi kemerdekaa dan UUD. Anak-anak sia sekolah dasar kemungkinan besar lebihberfokus pada fakta-fakta sederhana tentang kehidupan para pendiri negara tersebut.
   Apakah peran kecepan pemrosesan? Seberapa cepat anak-anak memperoses informasi sering mengaruhi apa yang mereka bisa lakukan dengan informasi itu. Apabila seorang remaja berusaha untuk melakukan penjumlahan didalam pikiran tentang harga barang-barang yang ia beli ditoko serba ada, ia harus bisa meghitung jumlah tersebut sebelum ia melupakan harga dari setiap barang. Kecepatan anak-anak dalam memproses informasi dihubungkan dengan kompetensi merek dalam berfikir (bjorklund, 2005). Sebagai contoh, seberapa cepat anak-anak bisa melafalkan serangkaian kata mengaruhi seberapa banyak kata yangmereka simpan dan ingat. Pada umumnya, pemrosesan yang cepat berhubungan dengan kinerja yang baik pada tugas kognitif. Namun, beberapa kompensasi untuk pemrosesan yang lambat bisa dicapi melalui strategi-strategi yang efektif.
 Para peneliti telah menemukan beberapa cara untuk menilai kecepatan pemrosesan. Sebagai contoh, kecepatan pemrosesan bisa dinilai dari tugas waktu reaksi ( reaction –time task) dimana individu-individu diminta untuk menekan sebuah tombolsegara setelah mereka melihat stimulus, seperti lampu. Atau individu-individu mungkin diminta untuk mencocokan huruf atau angka dgn simbol-simbol padalayar komtuter.
   Ada banyak bukti bahwa kecepatan individu-individu menyelesaikan tugas semacam itu meningkat secara drastis selama tahun-tahun masa kanak-kanak (kail, 2000).   
            Kecepatan pemrosesan terus meningkat pada masa remaja awal (Kuhn dan Franklin, 2006; Luna dan yang lainnya,2004). Pikirkan seberapa cepat anda bias memproses jawaban untuk sebuah soal aritmetika sederhana sebagai seorang remaja daripada sebagai seorang anak. Dalam sebuah studi, anak-anak usia 10 tahun rata-rata 1,8 kali lebih lambat dalam memproses informasi dibandingkan orang dewasa dalam tugas-tugas, seperti waktu reaksi, mencocokkan huruf, rotasi mental, dan pencocokkan abstrak (Hale, 1990). Anak-anak usia 12 tahun kira-kira 1,5 kali lebih lambat daripada orang dewasa, tetapi anak-anak usia 15 tahun memproses informasi dalam tugas-tugas itu sama cepatnya dengan orang dewasa.

Mekanisme Perubahan
Menurut Robert Siegler (1998), ada tiga mekanisme yang bekerja sama menciptakan perubahan dalam keterampilan kognitif anak-anak: pengodean, otomatisitas, dan pembuatan strategi.
Pengodean (econding), adalah proses dimana informasi disimpan kedalam memori. Perubahan dalam keterampilan kognitif anak-anak tergantung pada keterampilan yang semakin baik dalam melakukan pengodean informasi yang relevan dan mengabaikan informasi yang tidak relevan. Misalnya, bagi anak usia 4 tahun huruf s dalam tulisan tegak bersambung merupakan bentuk yang sangat berbeda dari huruf s cetak. Akan tetapi, seorang anak usia 10 thun telah belajar untuk mengodekan fakta yang relevan bahwa keduanya adalah huruf s dan mengabaikan  perbedaan yang tidak relevan dalam bentuknya.
Otomatisitas (automaticity)merujuk kepada kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit usaha atau tanpa usaha. Latihan memungkinkan peningkatan kemampuan anak-anak untuk mengodekan banyak informasi yang semakin banyak secara otomatis. Sebagai contoh, setelah anak-anak belajar membaca dengan baik, mereka tidak memikirkan setiap huruf dalam sebuah kata sebagai satu huruf, melainkan mereka mengodkan seluruh kata. Setelah sebuah tugas berjalan dengan ototmatis, tidak dibutuhkan usaha yang disengaja. Akibatnya ketika pemrosesan informasi menjadi lebih otomatis, kita bias menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan menangani lebih dari satu tugas sekaligus (Mayer dan Witrock,2006; Schraw, 2006). Bayangkan berapa lama waktu yang anda butuhkan untuk membaca halaman ini apabila anda tidak mengodekan kata-kata secara otomatis, tetapi malah memusatkan perhatian pada setiap huruf dalam setiap kata.
Pembuatan Strategi (strategi contruction) adalah pembuatan prosedur baru untuk memproses informasi. Sebagai contoh, kemampuan membaca anak-anak berguna ketika mereka mengembangkan strategi untuk berhenti secara berkala untuk melakukan penilaian yang menyeluruh akan apa yang telah mereka baca sejauh ini. Mengembangkan repertoar strategi yang efektif dan memilih yang terbaik untuk digunakan dalam tugas pembelajaran merupakan aspek untuk menjadi seorang pembelajar yang efektif (Pressley & Harris, 2006; Pressley & Hilden, 2006).
Selain mekanisme perubahan ini, pemrosesan informasi anak-anak di identikkan dengan adanya modifikasi diri (Siegler,1998,2004,2006; Siegler & Alibali,2005). Artinya, anak-anak belajar untuk menggunakan apa yang telah mereka pelajari dalam keadaan sebelumnya untuk menyesuaikan respons mereka terhadap situasi baru. Sebagai contoh, seorang anak yang akrab dengan anjing dan kucing pergi ke kebun binatang serta melihat singa dan harimau untuk pertama aklinya. Kemudian, ia memodifikasi konsep “hewan”nya untuk memasukkan pengetahuan barunya. Sebagian memodifikasi dirinya mengunakan metakognisi (metacognition) sebagai sumber yang berarti mengetahui tentang mengetahui. Satu contoh metakognisi adalah apa yang diketahui anak-anak tentang cara terbaik untuk mengingat apa yang pernah mereka baca. Apakah mereka tahu bahwa mereka akan mengingat apa yang pernah mereka baca dengan lebih baik apabila mereka bias menghubungkannya dengan kehidupan mereka sendiri dalam beberapa cara? Jadi, dalam penerapan Siegler perihal pemrosesan informasi untuk perkembangan, anak-anak memainkan peran aktif dalam perkembangan konitif mereka ketika mereka mengembangkan strategi metakognitif.
2.     Perhatian
Perhatian adalah memfokuskan sumber mental. Perhatian meningkatkan pemrosesan kognitif untuk banyak tugas, dari mengambil mainan sampai memukul bola bisbol atau menjumlahkan angka-angka. Meskipun demikian, anak-anak pada satu waktu seperti halnya orang dewasa, hanya dapat memberikan perhatian pada sejumlah informasi yang terbatas. Mereka mengalokasikan perhatian mereka dalam cara-cara yang berbeda. Para psikolog menyebut pengelokasian ini sebagai perhatian yang terus-menerus, perhatian selektif dan perhatian yang terbagi.
·         Perhatian yang terus menerus adalah kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada stimulus pilihan dalam periode waktu yang lebih lama . perhatian yang terus menerus juga disebut kewaspadaan .
·         Perhatian selektif berfokus pada aspek pengalaman tertentu dengan relevan, bersamaan dengan mengabaikan aspek lain yang tidak relevan.
·         Perhatian yang terbagi melibatkan konsentrasi pada lebih dari satu aktifitas pada saat yang sama.
3.     Memori
Memori atau ingatan adalah penyimpana informasi disetiap waktu. Para psikolog pendidikan mempelajari bagaimana informasi pada awalnya ditempatkan atau dikodekan menjadi ingatan, bagaimana informasi disimpan setelah dikodekan, dan bagaimana informasi ditemukan atau dipanggil kembali untuk tujuan tertentu diwaktu yang akan datang. Memori menetapkan diri dalam kontinuitas. Tanpa memori, anda tidak akan bisa menghubungkan apa yang terjadi pada anda hari ini. Para psikolog pendidikan menekankan bahwa penting untuk tidak memandang memori dakam hal bagaiman anak-anak menambahkan sesuatu kedalamnya, tetapi lebih untuk menegaskan bagaimana anak-anak secara aktif mrnyusun memori mereka (Schacter, 2001).
            Pengodean adalah proses dimana informasi masuk kedalam memori. Penyimpanan adalah penahanan informasi disetiap waktu. Pemanggilan kembali berarti mengeluarkan informasi dari penyimpanan.


Penyimpanan
Setelah anak-anak mengodekan informasi, mereka harus menyimpan informasi tersebut. Penyimpanan memori melibatkan tiga jenis memori dengan kerangka waktu yang berbeda: memori sensoris, memori jangka pendek, memori jangka panjang.
·         Memori sensoris yaitu memori yng berlangsing Selama hitungan satu detik sampai beberapa detik.
·         Memori jangka pendek juga disebut working memory berlangsung selama kurang lebih 30 detik.
·         Memori jangka panjang berlangsung sampai seumur hidup.
4.     Keahlian
Kontribusi dari pengetahuan isi yang sebelumnya bagi kemampuan kita untuk mengingat materi baru terbukti ketika kita membandingkan memori para ahli dan pemula dalam bidang pengetahuan tertentu (Donovan & Bransford, 2005). Seorang ahli adalah lawan dari pemula. Ahli memperlihatkan yang sangat impresif dalam bidang keahlian mereka. Satu alasan anak-anak mengingat lebih sedikit hal daripada orang dewasa adalah mereka tidak ahli dalam sebagian besar bidang.
Keahlian dan Pembelajaran
Mempelajari perilaku dan proses pikiran para ahli bisa memberi kita wawasan tentang cara membimbing para siswa untuk menjadi pelajar yang lebih efektif. Apakah tepatnya yang dilakukan oleh para ahli? Menurut National Research Council (1999), mereka lebih baik daripada pemula dalam:
a.       Mendeteksi fitur-fitur dan pola informasi yang bermakna;
b.      Mengakumulasi lebih banyak pengetahuan materi dan mengaturnya dalam cara yang menunjukkan pemahaman akan topic;
c.       Mendapatkan kembali aspek pengetahuan yang penting dengan sedikit usaha;
d.      Menyesuaikan satu pendekatan untuk situasi baru; dan
e.       Menggunakan strategi yang efektif.
Keahlian yang Adaptif, sebuah aspek penting dari keahlian “adalah apakah beberapa cara pengaturan pengetahuan lebih baik” daripada yang lain guna membantu orang-orang untuk menjadi “fleksibel dan adaptif terhadap situasi baru dibandingkan dengan yang lain”(National Reseacrh Council,1999, hal 33). Para ahli yang adaptif mampu untuk mendekati situasi-situasi yang baru dengan fleksibel daripada selalu merespons suatu rutinitas yang kaku dan tetap.
Strategi, para ahli menggunakan strategi yang efektif dalam memahami informasi dalam bidang keahlian mereka dan dalam memajukannya.
5.     Metakognisi
Keterampilan metakognisi telah diajarkan kepada para siswa untuk membantu mereka menyelesaikan soal matematika (Cardelle Elawar, 1992). Dalam setiap tiga puluh pelajaran harian yang melibatkan soal cerita matematika, seorang guru membimbing siswa-siswa yang berprestasi rendah dalam pembelajaran untuk mengenali ketika mereka tidak mengetahui arti dalam sebuah kata, tidak memiliki semua informasi yng dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu masalah menjadi langkah-langkah spesifik atau tidak mengetahui cara-cara untuk melakukan perhitungan. Setelah tiga puluh pelajaran harian, siswa-siswa yang diberi pelatihan metakognitif ini mendapatkan prestasi matematika yang lebih baik dan sikap yang lebih baik terhadap matematika.
            Seorang ahli dalam pemikiran anak-anak, Deanna Kuhn (1999, Kuhn & Franklin,2006), berpendapat bahwa metakognisi seharusnya merupakan focus dari upaya-upaya untuk membantu anak-anak menjadi pemikir kritis yang lebih baik, terutama pada tigkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Ia membedakan antara keterampilan kognitif urutan pertama, yang memungkinkan anak-anak untuk mengetahui tentang dunia (dan telah merupakan fokus utama dari program pemikiran kritis), dan keterampilan kognitif urutan kedua- keterampilan meta pengetahuan- yang melibatkan pengetahuan tentang pengetahuan diri sendiri (dan orang lain).
Model Pemrosesan Informasi yang Baik
Michael Pressley dan kolega-koleganya (Pressley, Borkowski, & Schneider, 1989; Pressley & Harris, 2006; Schneider & Pressley, 1997), telah mengembangkan sebuah model metakognitif yang disebut model Pemrosesan Informasi yang Baik. Model ini, menekankan bahwa kognisi yang kompeten berasal dari interaksi beberapa factor. Ini meliputi strategi, pengetahuan materi, motivasi, dan metakognisi. Mereka yakin bahwa anak-anak menjadi baik dalam kognisi dalam tiga langkah utama:
a.       Anak-anak diajari oleh orang tua atau guru untuk menggunakan strategi tertentu. Dengan latihan mereka belajar tentang karakteristiknya dan keuntungan untuk mempelajari pengetahuan tertentu. Semakin sering rumah dan sekolah anak-anak memberikan stimulasi intelektual, semakin banyak strategi spesifik yang akan mereka temui dan pelajari.
b.      Guru mungkin menunjukkan persamaan dan perbedaan dalam banyak strategi tertentu, seperti matematika yang memotivasi siswa-siswa untuk melihat fitur-fitur strategi yang berbeda ini. Menghasilkan pengetahuan rasional yang lebih baik.
c.       Pada titik ini siswa mengenali manfaat umum dari menggunakan strategi, yang menghasilkan pengetahuan strategi umum. Mereka belajar untuk menghubungkan hasil dengan usaha yang mereka kerahkan dalam mengevalusai, memilih dan memantau penggunakan strategi (pengetahuan dan aktifitas metakognitif).
Implikasi teori perkembangan kognitif piaget dalam pengajaran, antara lain:
a.       Bahasa dan cara berpikir anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu dalam mengajar, guru hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.[1]
b.      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya.
c.       Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d.      Beri peluang agar anak belajar sesuai dengan peringkat perkembangannya.
e.       Didalam kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-temannya dan saling berdiskusi.
Konteks Perkembangan Sosial
Kontruktivistik dikembangkan secar luas oleh jJean Piaget, ia dikenal sebagai seorang psikolog dan pencetus teori belajar kognitivisnme. Ia menjelaskan tentang seseorang dalam teori perkembangan intelektual. Teori perkembangan intelektual piaget dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang biologi. Titik sentral Jean Piaget adalah perkembangan pikiran secara alami dari lahir sampai dewasa menurut Piaget untuk memahami teori ini kita harus paham tentang asumsi-asumsi biologi maupun implikasi asumsi-asumsi tersebut dalam mengartikan pengetahuan.
            Tujuan teori kontruktivistik menurut Jean Piaget adalah menjeaskan mekanisme dan proses dari bayi kemudian anak berkembang menjadi individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis. Asumsi dasar yang melandasi deskripsi demikian ialah pengertian Piaget mengenai perkembangan intelek dan konsepsinya tentang hakikat kecerdasan. Maksudnya si belajar bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari (Pudyo, 1999).
            Kontruktivisme mengajarkan tentang sifat dasar bagaimana manusia belajar. Menurut kontruktivisme, belajar adalah membangun pemahaman atau pengetahuan, dengan cara mencocokkan fenomena, idea tau aktifitas yang baru dengan pengetahuan yang telah ada atau yang sudah dipelajari (Richardson dalam Pudyo,1999).[2]
1.     Keluarga
a.       Gaya Orang Tua Mengasuh
Diana Baumrind (1971,1996), seorang ahli pola asuh terkemuka, berpikir demikian. Ia beragumen bahwa orang tua tidak boleh menghukum atau menjauhkan diri . melainkan mereka harus mengembangkan peraturan untuk anak-anak dan pada saat yang sama juga bersikap suportif dan mengasuh. Gaya pengasuhan ada empat:
·         Pola Asuh Otoriter yaitu bersifat membatasi dan menghukum.
·         Pola Asuh Otoritatif bersifat mendorong anak-anak untuk mandiri.
·         Pola Asuh Yang Mengabaikan adalah pola asuh yang tidak melibatkan orang tua.
·         Pola Asuh yang Memanjakan adalah pola asuh yang sangat melibatkan orang tua, tetapi hanya menempatkan sedikit batasan atau larangan atau perilaku mereka.
Perwujudan Perilaku Belajar
Perwujudan perilaku belajar biasanya lebih tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut:
1.      Kebiasaan
Menurut Burghardt (1973), kebiasaan itu terjadi karena proses penyusutan kecenderungan respons dalam menggunakan stimulasi secara berulang-ulang.
Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan seperti dalam classical dan operant conditioning . contoh : siswa yang belajar bahasa secara berkali-kali menghindari kecendrungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa dengan penggunaaan bahasa secara baik dan benar.
2.      Keterampilan
Keterampilan ialah kegiataan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiataan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga dan sebaliknya.
Menurut Reber (1988), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersususn rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.
3.      Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Contoh: seorang anak yang baru pertama kali mendengarkan radio akan mengira bahwa penyiar benar-benar berada dalam kotak bersuara itu. Namun, melalui proses belajar, lambat laun akan diketahuinya juga bahwa yang ada dalam radio hanya suaranya, sedangkan penyiarnya berada jauh di studio pemancar.
4.      Berpikir Asosiatif dan Daya ingat
Berpikir asosiatif adalah dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya. Berpikir asosiatif merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons. Daya ingat pun merupakan perwujudan perilaku belajar sebab merupakan unsure pokok dalam berpikir asosiatif.
5.      Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Dalam berpikir rasional siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat menganalisis, menarik simpulan-simpulan, dan bahkan menciptakan hokum-hukum. Berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.
6.      Sikap
Sikap adalah pandanagan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno (1987) sikap adalah kecenderungan yang relative menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau burul terhadap orang atau barang tertentu.
7.      Inhibasi
Inhibasi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu respons tertentu karena adanya proses respons lain yang sedang berlangsung (Reber, 1988).
Kemampuan siswa dalam melakukan inhibasi pada umumnya diperoleh lewat proses belajar.
8.      Apresiasi
Apresiasi berarti suatu pertimbangan mengenai arti penting atau nilai sesuatu (Chaplin, 1982). Dalam penerapannya apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun konkret yang memiliki nilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afektif yang pada umumnya ditujukan pada karya-karya seni budaya seperti: seni sastra, seni music, seni lukis, drama dan sebagainya.
9.      Tingkah Laku Afektif
Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar.[3]



DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John W.2012.Psikilogi Pendidikan.Jakarta:Salemba Humanika.
Soemanto, Wasty.2006.Psikologi Pendidikan.jakarta:Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi.2006.Psikilogi Pendidikan.jakarta:PT.RAJAGRAFINDO PERSADA
Syah, Muhibbin.2014.Psikologi Pendidikan.Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.
Azizah, Afriana.2003.Tatsqif jurnal pemikiran, paradigma dan penelitian pendidikan.Fakultas Tariyah IAIN mataram




[1] Jhon W. Santrock,Psikologi Pendidikan(Salemba Humanika.2012).Halaman 351-391 Sabtu 25 februari 2017
[2] Afriana Azizah, tatsqif jurnal pemikiran, paradigm dan penelitian pendidikan(fakutas tarbiyah IAIN mataram.2003). halaman 156-159
[3] Muhibbin Syah, psikologi pendidikan(PT. Remaja Rosdakarya.2014).Halaman 116-120 Sabtu 25 februari 2017

Persamaan Diferensial Orde 2

BAB I PENDAHULUAN A.     Pengantar Persamaan differensial orde 2 adalah persamaan yang dapat ditulis dalam bentuk : F(x, y, y...